Sesar Lembang Jawa Barat
Sesar
Dalam geologi, Sesar atau patahan adalah fraktur planar atau diskontinuitas dalam volume batuan, di mana telah ada perpindahan signifikan sebagai akibat dari gerakan massa batuan. Sesar-Sesar berukuran besar di kerak bumi merupakan hasil dari aksi gaya lempeng tektonik, dengan yang terbesar membentuk batas-batas antara lempeng, seperti zona subduksi atau sesar transform. Energi yang dilepaskan menyebabkan gerakan yang cepat pada sesar aktif yang merupakan penyebab utama gempa bumi. Menurut ilmu geofisika, sesar terjadi ketika batuan mengalami tekanan dan suhu yang rendah sehingga sifatnya menjadi rapuh.
Bidang Sesar adalah bidang yang mewakili permukaan fraktur pada patahan. Sebuah jejak sesar atau garis sesar adalah perpotongan dari bidang sesar dengan permukaan tanah. Sebuah jejak sesar biasa diplot pada peta geologi untuk mewakili suatu patahan.
Mekanisme Sesar
Karena Sesar biasanya tidak berdiri tunggal atau sendiri, ahli geologi menggunakan istilah zona sesar ketika mengacu pada zona deformasi yang kompleks terkait dengan bidang sesar.
Dua buah sesar bersandingan nonvertikal biasa disebut hanging wall dan footwall. Berdasarkan definisi, Hanging wall terjadi di atas bidang sesar dan footwall terjadi di bawah bidang sesar. Terminologi ini datang dari dunia pertambangan: ketika mereka sedang bekerja di tubuh mineral berbentuk tabular, penambang berdiri di atas footwall di bawah kakinya dan dengan hanging wall berada di atas mereka.
Karena gesekan dan kekakuan batuan, batuan tidak bisa meluncur atau mengalir melewati satu sama lain dengan mudah dan kadang-kadang semua gerakan berhenti. Ketika ini terjadi, stres menumpuk di bebatuan dan saat mencapai tingkat yang melebihi ambang ketegangan, energi potensial akumulasi didisipasikan oleh pelepasan ketegangan, yang difokuskan ke sebuah bidang sepanjang di mana gerakan relatif tersebut ditampung - Sesar. Tegangan terjadi secara akumulatif atau instan, tergantung pada reologi dari batuan; kerak bawah dan mantel yang ductile mengakumulasi deformasi secara bertahap melalui gaya geser, sedangkan kerak atas yang brittle bereaksi dengan fraktur - lepasan tegangan seketika - menyebabkan gerakan sepanjang sesar. Sebuah sesar dalam batuan ductile juga dapat lepas seketika ketika laju regangan terlalu besar. Energi yang dilepaskan oleh lepasan tegangan-seketika menyebabkan gempa bumi, fenomena umum di sepanjang batas transform.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Sesar
Sesar Cimandiri
Sesar Cimandiri merupakan sesar atau patahan geser aktif yang terletak di bagian barat dari provinsi Jawa Barat, Indonesia.[1] Sesar ini memanjang mulai dari muara Sungai Cimandiri di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, lalu mengarah ke timur laut melewati Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang, dimana sesar ini mengalami pertemuan dengan Sesar Lembang di wilayah Padalarang[2] dan Sesar Baribis di Subang.[3] Sebagai sesar aktif, sesar Cimandiri bergerak dengan kecepatan geser 4-6 mm per tahun.[2] Di Kabupaten Sukabumi, sesar ini terbagi menjadi 5 segmen, yaitu segmen Cimandiri Palabuhanratu-Citarik, Citarik-Cadasmalang, Ciceureum-Cirampo, Cirampo-Pegleseran, dan Pegleseran - Gandasoli.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Sesar_Cimandiri
Sesar Lembang
Potensi Gempa Bumi Patahan Aktif Lembang Dan Patahan Lain Di Sekitarnya.
Pemberitaan mengenai Patahan Lembang kembali menghangat seiring dengan terjadinya gempa bumi di beberapa wilayah di Indonesia. Rasa kuatir dan kecemasan masyarakat mungkin timbul dari pemberitaan mengenai potensi aktivitas dan besaran dampak yang mungkin diakibatkan oleh patahan Lembang. Untuk itu Badan Geologi perlu menyampaikan bahwa sebenarnya keberadaan dan karakteristik patahan Lembang sudah lama diketahui oleh para ahli geologi, sudah dipetakan dan masih terus diteliti oleh para ahli. Bahkan Badan Geologi juga telah mengantisipasi dengan menempatkan 3 (tiga) unit seismograf yang dipergunakan untuk memantau perkembangan kegempaan di daerah Bandung dan sekitarnya yang masing - masing ditempatkan di Soreang, Ciparay, dan Lembang. Pemantauan kegempaan di wilayah Bandung dan sekitarnya perlu dilakukan mengingat bahwa selain Patahan Lembang terdapat patahan - patahan lain di sekitar wilayah ini, antara lain : Patahan Cileunyi - Tanjungsari (tengah), patahan Cicalengka (timur), patahan Gunung Geulis (Selatan) dan Patahan Jati (barat) yang berada dalam radius kurang dari 20 km.
Badan Geologi juga telah melakukan pemetaan Seismotektonik di wilayah Bandung dan sekitarnya (Gambar 1).
Dari pemetaan ini diketahui bahwa wilayah Kota Bandung disusun oleh Batuan Sedimen Tersier yang bersifat padu dan keras pada bagian bawah dan ditutupi oleh Batuan Sedimen Gunung Api (bagian Utara) dan Sedimen Danau berumur Kuarter (bagian Selatan) yang bersifat lunak dan urai. Selain keberadaan patahan - patahan aktif, perbedaan sifat fisik antara batuan dasar (keras) dan batuan dekat permukaan (lunak) merupakan salah satu variabel indek kerentanan wilayah kota ini terhadap bencana gempa bumi. Analisis kebolehjadian gempa bumi wilayah Bandung dan sekitarnya menunjukan bahwa wilayah ini mempunyai potensi kejadian gempa bumi dengan Peak Ground Acceleration (PGA) 0,227g pada batuan dasar dan kebolehjadian 2% dalam 50 tahun. Hasil perhitungan PGA maksimum dipermukaan secara lokal di kota ini adalah 0,355g atau setara dengan Intensitas VII - VIII MMI. Kejadian gempa bumi secara historis telah terjadi beberapa kali di wilayah Bandung dan sekitarnya. Gempa bumi - gempa bumi berkekuatan <5 SR dengan kedalaman dangkal telah mengguncang wilayah Bandung dan sekitarnya antara lain gempa bumi Tanjungsari 1972 dan 2010, gempa bumi Gunung Halu dan Jati 2005, gempa bumi Pangalengan 2016, gempa bumi Cicalengka 2000 dan 2005, gempa bumi Lembang 1999 dan 2011 serta gempa bumi Ujung Berung 2011.
Untuk membantu penataan pemanfaatan ruang dan mitigasi bencana terkait dengan kegempaan, Badan Geologi telah melakukan pemetaan mikrozonasi bencana gempa bumi di wilayah Kota Bandung (Gambar 2).
Berdasarkan peta ini maka diketahui zona - zona kerentanan gempa bumi rendah, sedang dan tinggi di wilayah Kota Bandung yang selanjutnya perlu menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang dan pengembangan wilayah, dimana pada setiap tingkat kerentanan perlu disesuaikan terhadap resiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa bumi sesuai SNI 1726-2012 Tentang Tata Cara perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
Dari penjelasan diatas maka diharapkan pemahaman terhadap keberadaan dan aktifitas patahan - patahan di Wilayah Bandung dan sekitarnya menjadi lebih baik sehingga semua pihak menjadi lebih arif dalam pemanfaatan ruang, pengembangan wilayah, maupun mensikapi berita - berita yang berkembang mengenai potensi bencana gempa bumi di wilayah ini. Pemanfaatan data - data geologi diharapkan menambah pengetahuan tentang gempa bumi dan dapat mengurangi jumlah kerusakan, kerugian maupun jumlah korban.
Dengan berpedoman kepada Peta Seismotektonik maupun Peta Mikrozonasi yang telah disusun Badan Geologi, maka masyarakat dapat mengetahui wilayah - wilayah yang termasuk Zona Rawan Bencana gempa bumi sehingga dapat mengikuti standar - standar bangunan sesuai SNI 1726:2012 Dalam Pemanfaatan Ruang Rawan Bencana, terutama pada Zona Kerentanan Tinggi sampai Sedang. Disamping itu, masyarakat yang bermukim dan memanfaatkan zona - zona ini harus mengetahui langkah - langkah evakuasi dan menghadapi kondisi bencana gempa bumi.
Sumber : R. Muchammad Wahyudiono Asdani Soehaimi, Geoseminar 7 September 2018
Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, KESDM Jl. Diponegoro No. 57 Bandung
Sesar Lembang dan Bahayanya di Cekungan Bandung
Cekungan Bandung terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Barat yang dikelilingi oleh bukit - bukit dan pegunungan vulkanik dengan ketinggian tertinggi lebih dari 2.000 mdpl. Cekungan Bandung merupakan bagian dari deretan zona depresi di Jawa Barat, disebut sebagai Zona Bandung (Van Bemmelen, 1949). Sebagai bagian dari Zona Bandung terdapat pula cekungan yang lebih kecil yaitu Cekungan Batujajar yang terletak di sebelah Barat Cekungan Bandung dan terpisah oleh Bukit Tersier Cimahi. Secara administrasi Cekungan Bandung meliputi Wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat yang termasuk daerah vital dan strategis serta merupakan pusat bisnis, Perdagangan, Industri, Pariwisata dan Pendidikan di Jawa Barat. Di sisi lain, Wilayah Cekungan Bandung juga mempunyai resiko tinggi akan bencana gempa bumi, dikarenakan kepadatan penduduk yang tinggi dan lokasinya dekat dengan sumber gempa bumi, diantaranya Sesar Lembang yang berada di sebelah Utara (sekitar 10 km). Penelitian terbaru (Daryono, 2017) menunjukan bahwa Sesar Lembang (sepanjang 29 km) mempunyai mekanisme gerakan geser Sinistral, bergerak dengan kecepatan 3-5, 5 mm/Tahun dan berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan M 6/5 - 7,0.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah melakukan kajian Mikrozonasi gempa bumi untuk wilayah Bandung guna mengetahui potensi bahaya yang dapat diakibatkan oleh aktivitas Sesar Lembang. Kajian dilakukan pada tahun 2008 dan dilanjutkan pada tahun 2016 - 2018 dengan metode analisis Mikrotremor Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) dan Multichannel Analysis Of Survace Wave. Dari hasil kajian tersebut diperoleh peta Kerentanan Tanah terhadap guncangan gempa bumi serta profil kedalaman Cekungan Bandung. Kedalaman batuan dasar / Bedrock (batuan dengan kecepatan gelombang S (Vs) > 1200 m/Detik) di beberapa lokasi mencapai lebih dari 200 Meter. Pemodelan bahaya gempa bumi dengan sumber dari Sesar Lembang dilakukan dengan menggunakan Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) dengan berbagai variasi periode ulang. Parameter sumber yang digunakan adalah Magnitude Maksimum (Mmax) 6,8 ; Slipe Rate 2 mm/Tahun ; dip 90° dan Rake 0° (Sesar Geser mengiri). Pemodelan dilakukan pada batuan dasar dan juga pada tanah permukaan (Soil) dengan memanfaatkan data Tapak Lokal (Site Class) dari hasil kajian Mikrozonasi gempa bumi. Nilai percepatan puncak maksimal (dekat dengan sumber gempa) di Soil untuk periode ulang 500, 1000 dan 2500 Tahun masing - masing sebesar 0,765 g, 0,985 g dan 1,29 g. Di Cekungan Bandung pada lokasi yang terjauh dengan Sesar Lembang, nilai percepatan puncak di Soil dapat mencapai 0,30 g, 0,39 g, dan 0,48 g, masing - masing untuk periode ulang 500, 1000, 2500 Tahun. Nilai percepatan puncak tersebut jika setara dengan intensitas gempa bumi sebesar VII - VIII MMI (Modified Mercalli Intensity).
Sumber : Akhmad Solikhin, Athanasius Cipta, Amalfi Omang
Bidang Mitigasi Gempa Bumi & Tsunami
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi- Badan Geologi - KESDM
Kata Kunci : Cekungan Bandung, Sesar Lembang, Mikrozonasi Gempa Bumi, PSHA, Percepatan Puncak.
Pustaka :
Daryono, M.R. (2016): Paleoseismologi Tropis Indonesia (Dengan Studi Kasus di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro - Matano dan Sesar Lembang), Disertai Program Doctor, Institut Teknologi Bandung, Tidak Dipublikasikan.
Van Bemmelen, RW., 1943, Geologische Kaart Van Java, 1:100.000. Blad 36 (Bandung) and Toelichting. Dienst Van Den Mijnbouw In Nederlandsch - Indie, Bandung, pp. 95.
Potensi Ancaman (Hazard) dan Resiko Bencana Akibat Sesar Lembang
Sesar Lembang terletak di Utara Kota Bandung di Jawa Barat, secara Topografi merupakan gawir yang memanjang dan membentang pada arah Barat - Timur (Tjia, 1968, Setiadji, 1997; Nossin, 2002; Supartoyo dkk., 2005). Sesar ini merupakan terusan dari ujung Utara Sesar Cimandiri. Berdasarkan Studi Geodesi, Abidin dkk. (2008, 2009) memperkirakan Slip Rate Sesar Lembang sebesar 3 - 14 mm/Tahun dengan pergerakan geser Sinistral, sedangkan Meilano dkk. (2012) dengan metode yang sama tetapi dengan rentang waktu pengamatan yang lebih lama mengestimasi Sliprate Sesar ini sebesar 6 mm/Tahun. Daryono (2016) meneliti secara detail sesar ini dengan menggunakan Metode Tektonik Geomorfologi dan Paleoseismology kemudian membagi Sesar Lembang menjadi 6 bagian yaitu Segmen Cimeta, Cipogor, Cihideng, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lenceng. Hasil pengukuran Sliprate Geologi dari Sesar Lembang berkisar antara 2 sampai 6 mm/Tahun (Daryono, 2016). Total panjang Sesar Lembang secara Geomorfologi mencapai 29 Km (Daryono, 2016).
Berdasarkan perhitungan Seismic Hazard Analysis, Sesar Lembang berpotensi menghasilkan gempa dengan Magnitudo mencapai M 6.8. Jika di masa yang akan datang kejadian gempa tersebut benar - benar terjadi, maka akan memberikan beberapa dampak, seperti kerusakan bangunan, fasilitas, hingga timbulnya korban. Kerugian terbesar yang dihasikan dari kejadian gempa umumnya berasal dari kerusakan bangunan. Lokasi Sesar Lembang yang dekat dengan Kota Bandung akan berdampak pada perekonomian wilayah ini akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran gempa.
Sumber : Irwan Meilano, Kelompok Keahlian Geodesi
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB)
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Geoseminar 7 September 2018
Materi : www.psg.bgl.esdm.go.id
Youtube : geoseminar humas psg
Catatan Gempa Bumi Batavia 1699 dan 1780
Sesar Cimandiri
Sesar Cimandiri merupakan sesar atau patahan geser aktif yang terletak di bagian barat dari provinsi Jawa Barat, Indonesia.[1] Sesar ini memanjang mulai dari muara Sungai Cimandiri di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, lalu mengarah ke timur laut melewati Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Subang, dimana sesar ini mengalami pertemuan dengan Sesar Lembang di wilayah Padalarang[2] dan Sesar Baribis di Subang.[3] Sebagai sesar aktif, sesar Cimandiri bergerak dengan kecepatan geser 4-6 mm per tahun.[2] Di Kabupaten Sukabumi, sesar ini terbagi menjadi 5 segmen, yaitu segmen Cimandiri Palabuhanratu-Citarik, Citarik-Cadasmalang, Ciceureum-Cirampo, Cirampo-Pegleseran, dan Pegleseran - Gandasoli.
Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Sesar_Cimandiri
Sesar Lembang
Potensi Gempa Bumi Patahan Aktif Lembang Dan Patahan Lain Di Sekitarnya.
Pemberitaan mengenai Patahan Lembang kembali menghangat seiring dengan terjadinya gempa bumi di beberapa wilayah di Indonesia. Rasa kuatir dan kecemasan masyarakat mungkin timbul dari pemberitaan mengenai potensi aktivitas dan besaran dampak yang mungkin diakibatkan oleh patahan Lembang. Untuk itu Badan Geologi perlu menyampaikan bahwa sebenarnya keberadaan dan karakteristik patahan Lembang sudah lama diketahui oleh para ahli geologi, sudah dipetakan dan masih terus diteliti oleh para ahli. Bahkan Badan Geologi juga telah mengantisipasi dengan menempatkan 3 (tiga) unit seismograf yang dipergunakan untuk memantau perkembangan kegempaan di daerah Bandung dan sekitarnya yang masing - masing ditempatkan di Soreang, Ciparay, dan Lembang. Pemantauan kegempaan di wilayah Bandung dan sekitarnya perlu dilakukan mengingat bahwa selain Patahan Lembang terdapat patahan - patahan lain di sekitar wilayah ini, antara lain : Patahan Cileunyi - Tanjungsari (tengah), patahan Cicalengka (timur), patahan Gunung Geulis (Selatan) dan Patahan Jati (barat) yang berada dalam radius kurang dari 20 km.
Badan Geologi juga telah melakukan pemetaan Seismotektonik di wilayah Bandung dan sekitarnya (Gambar 1).
Dari pemetaan ini diketahui bahwa wilayah Kota Bandung disusun oleh Batuan Sedimen Tersier yang bersifat padu dan keras pada bagian bawah dan ditutupi oleh Batuan Sedimen Gunung Api (bagian Utara) dan Sedimen Danau berumur Kuarter (bagian Selatan) yang bersifat lunak dan urai. Selain keberadaan patahan - patahan aktif, perbedaan sifat fisik antara batuan dasar (keras) dan batuan dekat permukaan (lunak) merupakan salah satu variabel indek kerentanan wilayah kota ini terhadap bencana gempa bumi. Analisis kebolehjadian gempa bumi wilayah Bandung dan sekitarnya menunjukan bahwa wilayah ini mempunyai potensi kejadian gempa bumi dengan Peak Ground Acceleration (PGA) 0,227g pada batuan dasar dan kebolehjadian 2% dalam 50 tahun. Hasil perhitungan PGA maksimum dipermukaan secara lokal di kota ini adalah 0,355g atau setara dengan Intensitas VII - VIII MMI. Kejadian gempa bumi secara historis telah terjadi beberapa kali di wilayah Bandung dan sekitarnya. Gempa bumi - gempa bumi berkekuatan <5 SR dengan kedalaman dangkal telah mengguncang wilayah Bandung dan sekitarnya antara lain gempa bumi Tanjungsari 1972 dan 2010, gempa bumi Gunung Halu dan Jati 2005, gempa bumi Pangalengan 2016, gempa bumi Cicalengka 2000 dan 2005, gempa bumi Lembang 1999 dan 2011 serta gempa bumi Ujung Berung 2011.
Untuk membantu penataan pemanfaatan ruang dan mitigasi bencana terkait dengan kegempaan, Badan Geologi telah melakukan pemetaan mikrozonasi bencana gempa bumi di wilayah Kota Bandung (Gambar 2).
Berdasarkan peta ini maka diketahui zona - zona kerentanan gempa bumi rendah, sedang dan tinggi di wilayah Kota Bandung yang selanjutnya perlu menjadi acuan dalam pemanfaatan ruang dan pengembangan wilayah, dimana pada setiap tingkat kerentanan perlu disesuaikan terhadap resiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa bumi sesuai SNI 1726-2012 Tentang Tata Cara perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung.
Dari penjelasan diatas maka diharapkan pemahaman terhadap keberadaan dan aktifitas patahan - patahan di Wilayah Bandung dan sekitarnya menjadi lebih baik sehingga semua pihak menjadi lebih arif dalam pemanfaatan ruang, pengembangan wilayah, maupun mensikapi berita - berita yang berkembang mengenai potensi bencana gempa bumi di wilayah ini. Pemanfaatan data - data geologi diharapkan menambah pengetahuan tentang gempa bumi dan dapat mengurangi jumlah kerusakan, kerugian maupun jumlah korban.
Dengan berpedoman kepada Peta Seismotektonik maupun Peta Mikrozonasi yang telah disusun Badan Geologi, maka masyarakat dapat mengetahui wilayah - wilayah yang termasuk Zona Rawan Bencana gempa bumi sehingga dapat mengikuti standar - standar bangunan sesuai SNI 1726:2012 Dalam Pemanfaatan Ruang Rawan Bencana, terutama pada Zona Kerentanan Tinggi sampai Sedang. Disamping itu, masyarakat yang bermukim dan memanfaatkan zona - zona ini harus mengetahui langkah - langkah evakuasi dan menghadapi kondisi bencana gempa bumi.
Sumber : R. Muchammad Wahyudiono Asdani Soehaimi, Geoseminar 7 September 2018
Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, KESDM Jl. Diponegoro No. 57 Bandung
Sesar Lembang dan Bahayanya di Cekungan Bandung
Cekungan Bandung terletak di bagian tengah Provinsi Jawa Barat yang dikelilingi oleh bukit - bukit dan pegunungan vulkanik dengan ketinggian tertinggi lebih dari 2.000 mdpl. Cekungan Bandung merupakan bagian dari deretan zona depresi di Jawa Barat, disebut sebagai Zona Bandung (Van Bemmelen, 1949). Sebagai bagian dari Zona Bandung terdapat pula cekungan yang lebih kecil yaitu Cekungan Batujajar yang terletak di sebelah Barat Cekungan Bandung dan terpisah oleh Bukit Tersier Cimahi. Secara administrasi Cekungan Bandung meliputi Wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat yang termasuk daerah vital dan strategis serta merupakan pusat bisnis, Perdagangan, Industri, Pariwisata dan Pendidikan di Jawa Barat. Di sisi lain, Wilayah Cekungan Bandung juga mempunyai resiko tinggi akan bencana gempa bumi, dikarenakan kepadatan penduduk yang tinggi dan lokasinya dekat dengan sumber gempa bumi, diantaranya Sesar Lembang yang berada di sebelah Utara (sekitar 10 km). Penelitian terbaru (Daryono, 2017) menunjukan bahwa Sesar Lembang (sepanjang 29 km) mempunyai mekanisme gerakan geser Sinistral, bergerak dengan kecepatan 3-5, 5 mm/Tahun dan berpotensi menghasilkan gempa bumi dengan kekuatan M 6/5 - 7,0.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah melakukan kajian Mikrozonasi gempa bumi untuk wilayah Bandung guna mengetahui potensi bahaya yang dapat diakibatkan oleh aktivitas Sesar Lembang. Kajian dilakukan pada tahun 2008 dan dilanjutkan pada tahun 2016 - 2018 dengan metode analisis Mikrotremor Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) dan Multichannel Analysis Of Survace Wave. Dari hasil kajian tersebut diperoleh peta Kerentanan Tanah terhadap guncangan gempa bumi serta profil kedalaman Cekungan Bandung. Kedalaman batuan dasar / Bedrock (batuan dengan kecepatan gelombang S (Vs) > 1200 m/Detik) di beberapa lokasi mencapai lebih dari 200 Meter. Pemodelan bahaya gempa bumi dengan sumber dari Sesar Lembang dilakukan dengan menggunakan Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) dengan berbagai variasi periode ulang. Parameter sumber yang digunakan adalah Magnitude Maksimum (Mmax) 6,8 ; Slipe Rate 2 mm/Tahun ; dip 90° dan Rake 0° (Sesar Geser mengiri). Pemodelan dilakukan pada batuan dasar dan juga pada tanah permukaan (Soil) dengan memanfaatkan data Tapak Lokal (Site Class) dari hasil kajian Mikrozonasi gempa bumi. Nilai percepatan puncak maksimal (dekat dengan sumber gempa) di Soil untuk periode ulang 500, 1000 dan 2500 Tahun masing - masing sebesar 0,765 g, 0,985 g dan 1,29 g. Di Cekungan Bandung pada lokasi yang terjauh dengan Sesar Lembang, nilai percepatan puncak di Soil dapat mencapai 0,30 g, 0,39 g, dan 0,48 g, masing - masing untuk periode ulang 500, 1000, 2500 Tahun. Nilai percepatan puncak tersebut jika setara dengan intensitas gempa bumi sebesar VII - VIII MMI (Modified Mercalli Intensity).
Sumber : Akhmad Solikhin, Athanasius Cipta, Amalfi Omang
Bidang Mitigasi Gempa Bumi & Tsunami
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi- Badan Geologi - KESDM
Kata Kunci : Cekungan Bandung, Sesar Lembang, Mikrozonasi Gempa Bumi, PSHA, Percepatan Puncak.
Pustaka :
Daryono, M.R. (2016): Paleoseismologi Tropis Indonesia (Dengan Studi Kasus di Sesar Sumatra, Sesar Palukoro - Matano dan Sesar Lembang), Disertai Program Doctor, Institut Teknologi Bandung, Tidak Dipublikasikan.
Van Bemmelen, RW., 1943, Geologische Kaart Van Java, 1:100.000. Blad 36 (Bandung) and Toelichting. Dienst Van Den Mijnbouw In Nederlandsch - Indie, Bandung, pp. 95.
Potensi Ancaman (Hazard) dan Resiko Bencana Akibat Sesar Lembang
Sesar Lembang terletak di Utara Kota Bandung di Jawa Barat, secara Topografi merupakan gawir yang memanjang dan membentang pada arah Barat - Timur (Tjia, 1968, Setiadji, 1997; Nossin, 2002; Supartoyo dkk., 2005). Sesar ini merupakan terusan dari ujung Utara Sesar Cimandiri. Berdasarkan Studi Geodesi, Abidin dkk. (2008, 2009) memperkirakan Slip Rate Sesar Lembang sebesar 3 - 14 mm/Tahun dengan pergerakan geser Sinistral, sedangkan Meilano dkk. (2012) dengan metode yang sama tetapi dengan rentang waktu pengamatan yang lebih lama mengestimasi Sliprate Sesar ini sebesar 6 mm/Tahun. Daryono (2016) meneliti secara detail sesar ini dengan menggunakan Metode Tektonik Geomorfologi dan Paleoseismology kemudian membagi Sesar Lembang menjadi 6 bagian yaitu Segmen Cimeta, Cipogor, Cihideng, Gunung Batu, Cikapundung, dan Batu Lenceng. Hasil pengukuran Sliprate Geologi dari Sesar Lembang berkisar antara 2 sampai 6 mm/Tahun (Daryono, 2016). Total panjang Sesar Lembang secara Geomorfologi mencapai 29 Km (Daryono, 2016).
Berdasarkan perhitungan Seismic Hazard Analysis, Sesar Lembang berpotensi menghasilkan gempa dengan Magnitudo mencapai M 6.8. Jika di masa yang akan datang kejadian gempa tersebut benar - benar terjadi, maka akan memberikan beberapa dampak, seperti kerusakan bangunan, fasilitas, hingga timbulnya korban. Kerugian terbesar yang dihasikan dari kejadian gempa umumnya berasal dari kerusakan bangunan. Lokasi Sesar Lembang yang dekat dengan Kota Bandung akan berdampak pada perekonomian wilayah ini akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh getaran gempa.
Sumber : Irwan Meilano, Kelompok Keahlian Geodesi
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB)
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Geoseminar 7 September 2018
Materi : www.psg.bgl.esdm.go.id
Youtube : geoseminar humas psg
Catatan Gempa Bumi Batavia 1699 dan 1780
Post a Comment