Paris Van Java
Paris Van Java
Pada masa kolonial belanda kota bandung pernah menjadi rencana ibukota Hindia Belanda pada masa itu. Pada bulan Desember 1799, VOC mengalami kebangkrutan sehingga seluruh aset dan kekuasaannya diambil alih oleh Republik Batavia (1795-1806). Pada tahun 1806, Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte mendirikan Republik Batavia sebagai penerus Kerajaan Belanda, dengan mengangkat adiknya, Louis Napoleon (Lodewijk Napolen), sebagai raja.
Untuk mempertahankan wilayah koloninya dari ancaman Inggris, Louis Napoleon mengangkat seorang yang berpengalaman dalam militer bernama Herman Willem Daendels sebagai Gubernur jenderal Hindia Belanda antara tahun 1808-1811, dengan misi utama mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Daendels berpendapat bahwa mobilisasi darat lebih sesuai untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris, sebab Inggris mempunyai kekuatan armada laut yang unggul pada saat itu.[10] Oleh karena itu salah satu misinya adalah membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) yang membentang menghubungkan Anyer di ujung barat Pulau Jawa hingga Panarukan di ujung timur Jawa sepanjang 1000 km.
Jalan Raya Pos berdampak besar, tidak hanya terhadap perkembangan pulau Jawa secara umum namun juga kota-kota yang dilaluinya.[11] Bandung salah satu contohnya. Pada awalnya, Jalan Raya Pos berjarak 11 km di utara Krapyak, ibu kota Kabupaten Bandung saat itu. Daendels memerintahkan kepada Bupati Bandung ke-6, R.A. Wiranatakusumah II (1794-1829)[12] untuk membangun ibu kota Bandung yang baru di sekitar jalan tersebut. Ucapan Daendels yang terkenal adalah: "Zorg, dat als ik terug kom hier een stad is gebouwd" (Usahakan, bila saya datang kembali ke sini, sebuah kota telah dibangun).
Wiranatakusumah II kemudian memilih sebuah lokasi di dekat sumber mata air yang bernama Sumur Bandung. Dalam Bahasa Sunda, Sumur Bandung berarti sumur yang berpasangan atau berhadapan (dari kata bandungan). Kedua sumur tersebut berada di tepi barat Sungai Cikapundung. Satu sumur terletak di Bale Sumur Bandung atau Gedung PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten, Jalan Asia Afrika. Sedangkan sumur lainnya berada di bawah bangunan bekas kompleks pertokoan Miramar, Alun-alun Bandung.
Sesuai dengan konsep tata ruang tradisional, Bupati R.A. Wiranatakusumah II dan sejumlah rakyatnya membangun Pendopo di sisi selatan Alun-alun Bandung, menghadap ke arah Gunung Tangkuban Parahu yang merupakan simbol kepercayaan sejarah masyarakat Sunda. Sedangkan Masjid Agung Bandung (sekarang Masjid Raya Bandung) dibangun di sisi barat alun-alun, dan pasar terletak di sisi timur.
Dengan sebuah besluit pemerintahan Hindia Belanda tanggal 25 September 1810, Kota Bandung dinyatakan sebagai ibu kota Kabupaten Bandung, sehingga tanggal 25 September ditetapkan sebagai hari jadi Kota Bandung.
Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Wiranatakusumah IV (1846-1874) yang dikenal dengan julukan Dalem Bintang, ibu kota Karesidenan Priangan dipindahkan dari Cianjur ke Bandung berdasarkan besluit Nomor 18 tanggal 17 Agustus 1864. Rumah Residen Priangan yang terletak di Residentsweg (Jalan Pasar Baru, sekarang Jalan Otto Iskandar Dinata) dibangun tahun 1867, sedangkan Kantor Residen Priangan dibangun di sisi timur Hotel Post Road yang kemudian menjadi Hotel Savoy Homann.
Pada tanggal 1 April 1906 Gubernur Jenderal J.B. Van Heutz dengan ordonansi tanggal 2 Februari 1906 yang diundangkan tanggal 1 Maret 1906 menetapkan Kota Bandung ditingkatkan statusnya menjadi Pemerintah Kota (Gemeente). Sejak itulah Kota Bandung resmi lepas dari Kabupaten Bandung, walaupun ibu kota Kabupaten Bandung masih terletak di Kota Bandung. (Sumber: Wikipedia)
Awal mula daerah kota Bandung itu adalah sebuah danau, Sebagian mengatakan bahwa, kata "Bandung" dalam bahasa Sunda, identik dengan kata "Banding" dalam bahasa Indonesia, berarti berdampingan atau berdekat - dekatan. Hal ini dinyatakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (1994) dan Kamus Sunda - Indonesia terbitan Pustaka Setia (1996), bahwa kata bandung berarti berpasangan dan berarti pula berdampingan. Pendapat lain mengatakan, bahwa kata "Bandung" mengandung arti besar atau luas. Kata itu berasal dari kata bandeng. Dalam Bahasa Sunda, ngabandeng berati genangan air yang luas dan tampak tenang, namun terkesan menyeramkan. Diduga kata bandeng itu kemudian berubah bunyi menjadi Bandung. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa kata Bandung berasal dari katabendung. Pendapat - pendapat tentang asal dan arti kata Bandung, rupanya berkaitan dengan peristiwa terbendungnya aliran Sungai Citarum Purba di daerah Padalarang oleh lahar Gunung Tangkuban Perahu yang meletus pada masa holosen (+- 6000 Tahun yang lalu). Akibatnya, daerah antara Padalarang sampai Cicalengka (+- 30 Kilometer) dan daerah antara Gunung Tangkuban Perahu sampai Soreang (+- 50 Kilometer) terendam menjadi sebuah danau besar yang kemudian dikenal dengan sebutan Danau Bandung atau Danau Bandung Purba. Berdasarkan hasil penelitian geologi, air Danau Bandung diperkirakan surut pada masa neolitikum (+- 8000 - 7000 sebelum Masehi). Proses surutnya air danau itu berlangsung secara bertahap dalam waktu berabad - abad. (Lebih lengkapnya: Halaman Sebelumnya)
Kembali lagi ke cerita kota bandung menjadi pusat ibukota zaman belanda, belanda menentukan titik kota Bandung sebagai Ibukota mungkin tidak hanya sekedar asal asalan menentukan titik, sebagai mana mereka mempersiapkan bangunan seperti Gedung Sate, Gedung Mereka, Kampus Upi, ITB dan lain lain, sampai bahwa konon katanya belanda membangun terowongan bawah tanah di wilayah kota Bandung ini.
Belanda membangun area bawah tanah semata mata bukan hanya untuk strategi perang saja, mari kita lihat dari segi sejarah belanda.
Post a Comment